Saturday, March 20, 2010

Pengelana

Ada seorang pengelana berjalan menyusuri jalan setapak yang melintasi sebuah perkampungan dengan beragam penduduk. Sang pengelana itu menuju sebuah tempat yang jauh sekali. Dia berangkat tanpa membawa bekal makanan, karena dia yakin alam akan menyediakan begitu banyaknya makanan sehingga dia tak perlu khawatir akan semua itu. Namun dia membawa banyak hal yang orang lain butuhkan, yang mana mungkin dirinya sendiri sudah tidak membutuhkannya lagi.

Ketika melintasi kampung tersebut, banyak orang yang memanggilnya dan menawarkan makanan, atau sekedar air putih untuk membunuh dahaga. Tetapi dengan senyum ramah dia menolaknya karena dia sedang berpuasa. Sampai ketika dia merasa waktunya tiba untuk berbuka puasa, dan di ujung jalan ada sebuah rumah dilihatnya. Sang empunya rumah melihat sang pengelana melangkah, dan diapun memanggil pengelana tersebut. Kebetulan dia baru usai memasak, sehingga dengan senyum ramah mengajak sang pengelana mampir guna mencicipi hasil masakannya yang menurut sang pengelana sangat enak. Ketika mereka asik bercerita tentang suasana desa, tiba-tiba suami sang empunya rumah datang dan dengan marah-marah mengusir sang pengelana. Sang pengelana-pun kaget dan tidak tahu kenapa dia diperlakukan seperti itu. Dan diapun beranjak dari tempat duduknya, kemudian memohon ijin pada sang pengundang untuk pamit meneruskan perjalan. Sang pengundang memohon maaf atas semuanya sambil berusaha menahan pengelana untuk tetap tinggal. Sang pengelana hanya tersenyum sambil berkata “tidak apa-apa, terimakasih untuk makanannya yang sangat nikmat. Saya harus melanjutkan perjalanan saya”.

Sang pengelana keluar dari halaman rumah yang rindang itu, dan meneruskan perjalanannya sambil mendendangkan lagu-lagu menyapa alam yang dengan setia menemaninya dengan tulus ikhlas.

Sang pengelana selalu bebas, meski terkadang dia ingin mampir untuk waktu yang cukup lama di sebuah tempat, karena terkadang dia merasa kelelahan atau dia harus bercerita sesuatu pada orang yang membutuhkannya. Dia akan benar-benar berhenti ketika dia sudah mencapai tujuannya, yaitu rumah dia sesungguhnya di ujung jauh sana.

-Putu-

1 comment:

Santi said...

Dalam perjalanan hidup kita, setiap dari kita adalah Sang Pengelana itu sendiri. Terkadang, permasalahan akan hentikan jejak langkah kita, mewarnai kehidupan, dan membuat perjalanan jadi sedikit tersendat. Namun, kenapa harus bersedih berkepanjangan terhadap tiap batu sandungan yang membuat jumpalitan dan gangguan emosi? Jadi... jangan menyerah, jangan pernah menyerah, lanjutkan arah dan songsong masa depan untuk jadi smakin arif dan bijak...