Tuesday, July 28, 2009

Hari itu akhirnya tiba juga.....

Dua minggu yang lalu, aku belajar sesuatu, yaitu ternyata ada sesuatu dalam diriku yang mampu berubah 180 derajat (yang awalnya aku tidak tahu alasannya). Itu adalah sebuah perasaan yang aku jaga selama bertahun-tahun dan kebenarannya selalu aku cari jawabannya.... dan aku merasa yakin, hari dimana aku akan memperoleh jawaban itu akan tiba.... ya, hari itu telah tiba. Hari ini. Dan aku hanya bisa berucap "terimakasih Tuhan".

Mungkin sedikit aneh ketika sesuatu yang kita pikirkan atau kita rasakan, pada awalnya semuanya terasa atau terlihat baik-baik saja, namun di suatu titik semuanya berbalik berlawanan. Kala itu aku hanya bisa merenung, dan berpikir, serta melihat "ke dalam", dan aku menemukan sebuah jawaban, "semua ini pasti ada alasannya dan aku percaya segala keherananku adalah pertanda dari sebuah permulaan. Semoga Tuhan senantiasa menuntunku". Aku merasa semakin dekat dengan jawaban dari misteri itu; ketika aku merasa bebas, lepas, dan sanggup memandang dunia dengan lebih netral sembari tersenyum lepas. Tidak ada lagi kekhawatiran, tidak ada lagi kecemasan, yang ada hanya masa sekarang dan masa selanjutnya. Heran, tentu aku merasa heran dengan diriku sendiri. Namun, kata hati tidak pernah bohong.... hanya dia yang aku percayai, karena hanya dia yang sanggup menembus batas pemikiran.

Dulu, ketika aku menghadapi masa yang serupa (dua kali lima tahun), aku menangis, dan berlari jauh untuk melupakan semua itu. Aku merasa kalah dan lelah. Tapi, aku teramat sangat beruntung ketika bertemu orang-orang yang begitu berbaik hati untuk menasihatiku. Dan ternyata, aku semakin berani dalam menatap dunia. Meski ketakutan terkadang datang menyelinap, air mata hendak menetes, namun pesan itu.... pesan itu selalu membuatku ingat untuk terus sabar dan sabar.... rajin-rajin melihat diri, rajin-rajin kontemplasi, rajin-rajin berserah diri pada-Nya. Terimakasih kawan.... terimakasih guru..... terimakasih kakak....

Satu lagi sebuah metafora begitu memikatku hari ini, "Putu, cita-cita, ekspektasi, harapan... semua itu sama seperti statistik, probality. Kita tahu unsur 'n'-nya sudah ada, namun sometimes kita salah menentukan fungsi f(x) yang digunakan". Betul... betul sekali apa yang disampaikannya. Semuanya hanyalah probability... itulah pemikiran manusia, semuanya hanya sebatas kemungkinan.

Sekarang.... aku harus kembali tegap berdiri untuk menatap hari esok sesuai dengan kewajiban yang telah digariskan padaku. Apa yang sudah terjadi, terjadilah.... tidak ada yang perlu diungkit, atau dibahas, atau malah disesalkan...karena itu semua adalah media yang teramat sangat besar jasanya dalam perkembangan jiwaku. Mungkin endingnya terlihat tidak baik sekarang, namun there must be something good. Yes, there so much things good......




-Putu-

Sunday, July 19, 2009

Sebuah Pemberian

Hidup di tengah-tengah makhluk sosial, akupun sudah menerima banyak sekali pemberian. Setiap orang yang memberikan sesuatu, entah kecil, sedang, besar (relatif...), semuanya memiliki harapan tersendiri akan pemberian itu. Harapan merekapun sangat beragam, mulai dari “semoga kamu menyukainya”, sampai.... “tolong jaga dia baik-baik”.

Sometimes mungkin mereka bingung jika memikirkan terlalu jauh apa yang hendak diberikan, meski sebetulnya tidak sesusah yang mereka pikirkan. Apapun akan terlihat bermakna jika memberikannya dengan perasaan. Kalau memberikannya disertai perasaan “jengkel”, pemberian itu juga akan menunjukkan segala ke-jengkel-an sang pemberi. Begitu juga sebaliknya.

Suatu masa, aku merasa “ting tong”, ketika aku diberikan sesuatu dan disertai sebuah pesan “putu, tolong jaga baik-baik” (begitulah kira-kira artinya). Waktu kecil, pernah sekali atau dua kali aku melupakan “sebuah pemberian”. Entah lupa meletakkannya atau lupa untuk merawatnya atau lupa lupa yang lainnya. Dan aku menganggapnya hal yang biasa.

Pelan-pelan kembali merenung mengenai makna “sebuah pemberian”, kemudian aku menemukan sesuatu bahwa ketika orang memberikan sesuatu pasti ada maknanya (entah positif atau negatif – namun segala sesuatu tentu ada positifnya). Sebuah nasihat, tidaklah mentah-mentah hanya sebatas kalimat yang keluar mengalir tanpa makna. Namun, ketika mereka berucap, pasti mereka memiliki maksud. Ketika sebuah coklat diberikan pada saat mendapat juara kelas, itu bukanlah sekedar coklat yang rasanya enak dan manis.

Tentu pula ketika aku memberikan sesuatu ke orang lain, sering kali aku berpesan, “semoga bermanfaat, tolong jaga baik-baik ya”. Kalau mungkin mereka tidak sanggup menjaganya lagi dengan baik, akan lebih baik jika dikembalikan, karena aku yang akan meneruskan untuk menjaganya.

Ingatan pun terbang ke sebuah masa dimana aku terlalu banyak berjemur sampai harus mengunjungi sang dokter, dan dengan keras kepala aku belum bersedia merawat kesehatan dengan lebih maksimal. Saat itu pula sebuah nasihat melesat menembus otak, relung hati, dan membuatku terdiam, “putu, kamu tidak menghargai pemberian Tuhan.” Wao wao wao..... give up, I’m give up!!! (kalimat pusaka sudah keluar ternyata).

Menurutku wajar sekali ketika seorang manusia “lupa” akan sesuatu, lupa akan sebuah pemberian. Namun, kalau dilihat pelan-pelan, semua itu adalah sebuah pemberian yang mungkin sangat wajib dijaga. Bukan karena terlalu obsesif, namun lebih ke arah tanggung jawab.

Gooluck for all....

Nama Dia Rani

Setiap kali aku melihat sobatku yang bernama Rani, aku selalu teringat sebuah masa dimana kita berdua menulis sebuah artikel yang akan diikutsertakan dalam sebuah lomba. Tidak menang.... namun semua proses yang kami alami, sehingga terciptanyah artikel tersebut selalu mengingatkan bahwa hal yang terpenting dari semua itu adalah “proses dalam menjalaninya”.

Waktu itu sebuah iklan begitu memikat kami berdua, sehingga dengan penuh semangat mencari ide dan mulai menulis dan terus menulis. Teknologi belum canggih, juga aku belum begitu menyukai sebuah mesin yang disebut komputer. Karena keharusan mengirim artikel dalam bentuk soft copy, alhasil kami berdua harus lebih rajin nongkrong di lab komputer. Komputer versi lawas (masih jamannya DOS), lumayan juga membuatku tertatih-tatih dalam menulis.

Akhirnya.... sebuah artikel selesai dan siap untuk dicetak. Selesai mencetaknya, dengan bergegas kami berlari menyerahkan lembaran-lembaran kertas tersebut ke guru pengasuh (ibu guru Bahasa Indonesia). Ketika malam tiba, tiba-tiba sang ibu guru memanggil kami berdua dan bertanya mengenai “disket”, karena disket tersebut juga harus disertakan dalam lomba. Kamipun saling lirik dan tersenyum masam. “Maaf bu... disketnya tertinggal di lab,” jelas kami berdua.

Semuanya bengong, karena kami menyadari bahwa pada jam 10 malam tidak mungkin lab dibuka, namun semua data harus siap malam itu. Sehingga satu-satunya jalan adalah berlari ke rumah pemegang kunci dan menjelaskan semua permasalahan, serta mohon ijin untuk meminjam kunci, selanjutnya mengobok-obok lab guna menemukan disket yang tertinggal. Wao... keberuntungan sedang berpihak pada kami berdua. Tanpa mengindahkan semua pemikiran negatif (dimarahin karena ngetok pintu malam-malam, keseraman-keseraman di sepanjang koridor, disket tidak berhasil ditemukan, dll), akhirnya kami menemukan disket tersebut dan memberikannya ke ibu guru dengan perasaan lega.... Lumayan akhirnya malam itu bisa tidur tenang guna menyiapkan tenaga untuk aktivitas keesokan harinya.

That was a tough day, but memorial. Setiap kali menulis, saat itu adalah masa-masa menyenangkan, penuh dengan memori atau ide-ide atau pemikiran-pemikiran nyeleneh.

Semangat menulis!!!! ^^

Tuesday, July 14, 2009

Masa Terus Berganti dan Berubah

Lima tahun.... itulah masa dimana menurut sebuah buku yang pernah aku baca merupakan sebuah masa dimana manusia sanggup melupakan sesuatu. Dan berdasarkan hasil riset pada diri sendiri, setelah melihat jauh ke belakang, ternyata hal itu benar adanya.

Dulu, menjalani setiap hari selama lima tahun dengan perasaan yang sama, semuanya terasa “tidak membebani”. Belajar menjalani semuanya sebagai bagian dari sebuah proses. Namun, ketika situasi yang mungkin “belum saatnya”, lima tahun keduapun dimulai. Ketika meniti lima tahun berikutnya, kesalahan-kesalahan di lima tahun pertama berusaha untuk dihindari. Dan berhasil. Namun.... ada lagi kesalahan-kesalahan baru yang terjadi yang memang saat itu di luar kendali diriku yang masih “awam”. Dan lima tahun keduapun berlalu sambil melihatnya dengan tatapan kosong.... Sempat terbersit pertanyaan “why......” terus mengiang-ngiang di benak.... namun, semua itu sudah lewat, dan sepertinya jawaban itu sudah tidak pas lagi jika dijelaskan saat ini.

Perasaan untuk bangun mulai muncul, dan berdoa agar lima tahun ketiga tidak berakhir dengan hal yang serupa. Tapi... siapa yang pernah tahu ending dari suatu masa. Karena dia selalu berubah.... dia selalu berganti....

Berusaha dan Berdoa untuk yang terbaik.......... (pesan ibuku)

Monday, July 06, 2009

Peradaban Manusia

Suatu hari ada seseorang lewat di depan meja, dan dimulailah cerita mengenai kehidupan. ”Putu, kenapa manusia selalu ada dalam setiap jaman. Dia paling mampu bertahan hidup dalam segala situasi. Semua itu karena manusia bisa fleksible dan bisa berpikir untuk survive dengan berbagai cara”, kalimat demi kalimat beruntun keluar memecah konsentrasiku ketika berkencan dengan si excel. “Sepakat Pak, setuju”, jawabku singkat.

Melirik segala sesuatu yang ada, aku sadar bahwa peradaban itu selalu berubah. Tiba-tiba pikiran dibawa melayang ke dunia masa kecil ketika baru lahir aku menangis dan kemudian tertawa, setelah berhasil “mengerjai” orang-orang yang berkunjung ke tempat bersalin (memulai hari di dunia udah dengan segala kehebohan itu, seru juga ^^ ). Setiap orang yang melihat si Luhtu bayi pasti bergumam, beberapa saat lagi dia akan bisa merangkak, kemudian berjalan. Setelah aku bisa merangkak, dengan pantang menyerah aku belajar berdiri dan melangkah. Step step by step… yea…. Aku berhasil!!! Setelah pintar berjalan dan berlari kecil, orang-orangpun mulai bergumam lagi, cepat sekali dia besar, beberapa saat lagi dia udah tumbuh gigi kelinci dan memulai sekolah. Setelah gigi kelinciku tumbuh, dan aku mulai masuk TK, ada seriming…. Nanti Luhtu harus pintar berhitung dan membaca. Setiap hari ngekor kakak tercinta, alhasil dialah guru pertamaku, yang mengajariku membaca, menulis, serta berhitung, juga bermain.

Waktu tidak terasa cepat sekali berlalu, satu tahun berlalu, dan akupun harus menginjakkan kaki di bangku SD, dengan tetap berharap bisa diterima di SD yg diinginkan. Yah…. Cita2 kandas, akibat kebijakan DepDikBud yang totally aku gak terima (sedikit seperti memaksakan kehendak, meski setelah dipikir2 itu demi kebaikan “dunia”). Tapi, sekali basah, sekalian aja nyebur. Jadi deh aku sangat menikmati masa-masa di SD yang akhirnya sangat aku cintai. Just try to be different…..!!! Ternyata semua itu bisa diubah.!.

Kembali, orang di sekitar berharap agar aku bisa diterima di sekolah SMP yang katanya keren bin favorit. Lagi-lagi aku berusaha mengikuti “peradaban” yg saat itu lagi ngetrend. Yah…. Dan sekali lagi aku terdampar di alam antah barantah yang tidak aku inginkan (gara2 kebijakan DepDikBud lagi...). Wao....!!! Lagi metode ”terlanjur nyemplung” digunakan. Sekalian aja basah ampe uelek... meski ngos-ngosan. Berbeda itu memang selalu unik dan sometimes emang menguntungkan, meski risky juga ^^ . Beruntung juga saat itu lingkungan sedang mendukung, sehingga bisa juga bertahan 3 tahun dengan sambil menumpahkan segala isi kepala dan kreatifitas. I love that school, finally!!

Selanjutnya.... peradabanku berlanjut dengan tetap bercita-cita dengan prinsip, melupakan semua ”ketidaksenangan” di masa lalu, sekalian mengikuti peradaban orang2 sekitar yang menganggap cita-citaku cukup keren. Hidup susah sekali-sekali emang sangat diperlukan ternyata. Ya, lumayan untuk ngetok kepala agar bisa mikir untuk tetep survive. Dan akhirnya aku berhasil juga mengikuti peradaban yang ada, yaitu masuk sekolah favorit. Lingkungan baru dengan segala peradaban baru yang baru aku kenal. Wao wao wao.... kesan pertama. Great... kesan kedua. I love it... kesan ketiga.

Setelah menunaikan beberapa tahun mengikuti peradaban yang ada, akupun diharapkan agar bisa memasuki peradaban baru yang teramat jauh berbeda dengan peradaban sebelumnya. Wao wao wao …. kesan pertamaku lagi. Aneh… kesan kedua. Hmmmm…. kesan ketiga. Keren…. kesan terakhir. Guna memenuhi harapan dan untuk mempertanggungjawabkan semuanya, akupun memulai banyak hari dengan metode-metode yang mungkin sedikit nyeleneh dengan peradaban kala itu. Tapi bekerja sangat efektif untuk diriku. Sorry sekali karena kali itu tidak terlalu sempat memandang lingkungan yang kurang mendukung. Sehari dua hari, seminggu, sebulan, setahun, 3.5 tahun.... huuuuuuuuuuuhhhhhhhh selesai sudah, so what’s next??

Next adalah memasuki peradaban baru lagi yang aku sangat suka tapi berbeda sekali dengan sebelumnya. Saat itu aku diharapkan agar bisa bekerja dengan baik. Bekerja dan bekerja, itulah yang aku lakukan guna menjalani kehidupan dengan cara yang lebih bermakna. Dan ternyata dengan bekerja aku banyak mendapat pelajaran baru yang menambah berwarnanya kehidupan ini. Keren juga ”kerja” itu....

Setelah bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan financial sendiri, kembali aku dihadapkan pada peradaban manusia selanjutnya. Mereka berkata..... sudah bisa menghasilkan, ayo belajar berbisnis, berinvestasi, beli property ini itu blah blah blah..... Hmmm.... tunggulah saatnya aku insaf, jawabku singkat. Kemudian peradaban lain mulai berhembus di celah telinga.... berkeluarga. Kapan putu, kapan luhtu??? Banyak berseliweran pertanyaan di setiap kesempatan. Yah... tunggu saja ketika masanya tiba, jawaban singkat kembali mengalir.

Memang betul bahwa peradaban manusia selalu ada dan senantiasa berubah. Kalo mau survive, pintar-pintarlah menghadapi peradaban di kala itu. Rumusnya.... hanya diri sendiri yang tahu, krn setiap manusia diciptakan dengan segala keunikannya masing2. Selanjutnya, aku akan menemui banyak peradaban baru yang mungkin sanggup merubah hidupku, but it gonna happen for good (I do believe it).

Gambarimasu!!!

-Putu-