Tuesday, March 30, 2010

Ber-tameng

Kilasan malam ini bercerita sedikit tentang runtuhnya sebuah tameng. Tameng dengan segala merek.

Dalam setumpuk sampah di tengah hutan itu ada sebuah palu, palu yg diperoleh dari mengais-ngais gundukan sampah yg familiar itu. Dengan gagah perkasa lalu memukulkan palu itu ke tameng bermerek. Prang pecah.... ya pecah.... aku gak bertameng lagi.

Ketika keluar dari gudang sampah itu, diliriklah tameng yang pecah berserakan itu. tameng emas ke perak-perakan berlapis perunggu berlabel baja. Keren sekali palu itu, pikirnya. Padahal palu itu kecil dan hanya sebatang intan di ujungnya. Berhasil juga dia memporak porandakan tameng tebal itu.

Ketika tameng tak ada lagi, berjalanlah tanpa sebuah penutup, dan terlihatlah dengan jelasnya, siapakah itu.... tameng dengan segala label itulah yg selalu menemaninya, selalu melindunginya, dan membiarkannya mendekap dan menutup semua celah... celah semutpun berhasil dihalaunya.

Di padang rumput, beberapa puluh langkah dari hutan itu, berdirilah dan menatapi langit, sambil berkata "langit, engkau sekarang tamengku, just do what u wanna do, cause i really care or i do really don't care. then, just do it.!."
Langitpun menatapnya dengan ramah sambil berucap "aku tdk sekejam tamengmu itu, tameng yg kamu selalu banggakan". "Langit, terimakasih banyak," balasnya.

Tameng itu ternyata sudah tak perlu lagi, dan memang dari dahulu kala tak perlu, karena selama itu pulalah langit tak akan tampak semestinya. Just do it.!.

-Putu-

Sunday, March 21, 2010

Benar, Salah

Kilasan tengah malam kali ini adalah mengenai Benar dan Salah. Sangat relatif ketika kita mengatakan sesuatu itu benar atau salah. Tergantung dari sisi mana kita memandang, dan mungkin tergantung dari kepentingan kita akan sesuatu.

Sebagai manusia, untungnya kita dibekali pikiran dan perasaan, sehingga ketika logika nge-blank, masih bisa pakai perasaan, vise versa. Untuk para penggemar ”feeling usage”, alias prefer menggunakan feeling, mungkin logika selalu bisa dikesampingkan. Sama halnya dengan para penggemar “logic usage”, jarang sekali memperhatikan kata hatinya – pokoknya yg bener itu yang sesuai logika.

Kata orang bijak, feeling n logic harus balance, dan aku setuju sekali akan hal itu, secara based on experiences, logic-ku pernah benar, pernah salah, atau perasaanku pernah salah, pernah benar. Sehingga berjibaku juga mempelajarinya, kenapa itu bisa salah, ini bisa benar. Yah... itulah pelajaran hidup yang selalu membuatku lebih bersemangat menjalani hari, at least masih ada yg ditanyakan dalam kehidupan ini. Kenapa? Meski sesuangguhnya tak perlu lagi bertanya apa-apa, cause everything is there.!.

Seiring dengan proses berjibakunya mempelajari setiap “ion” beterbangan yang singgah, akhirnya terambillah keputusan bahwa tidak boleh mengesampingkan logika dan perasaan. Karena semuanya pada dasarnya saling mendukung. Ketika perasaan not feeling well, berhenti sejenak untuk review logika yang masih berkata “it’s good, just do it”. Begitu pula sebaliknya, ketika feeling said “OK”, berhenti sejenak untuk me-logika-kannya agar si logic yang awalnya gak setuju punya pegangan – meski “sedikit”.

Berpikir, analyzing tentang hal-hal kaya gini mungkin dirasa wasting time bagi sebagian orang yang menganggap hal ini malah “memperumit masalah”, atau menganggap orang lain “plin plan”, atau apalah lainnya….. tapi sesungguhnya adalah karena mereka tidak ingin menyakiti perasaan atau logika mereka sendiri…. There still something mismatch between the feeling n logic, and it takes time to find the answer of why. Waktu memang selalu akan memberikan jawaban…. Whatever it is.!.

So, stand up for the inner feeling and logic, krn bagiku merekalah temanku dalam setiap pengambilan keputusan guna menjalani kehidupan ini.


-Putu-

Saturday, March 20, 2010

Pengelana

Ada seorang pengelana berjalan menyusuri jalan setapak yang melintasi sebuah perkampungan dengan beragam penduduk. Sang pengelana itu menuju sebuah tempat yang jauh sekali. Dia berangkat tanpa membawa bekal makanan, karena dia yakin alam akan menyediakan begitu banyaknya makanan sehingga dia tak perlu khawatir akan semua itu. Namun dia membawa banyak hal yang orang lain butuhkan, yang mana mungkin dirinya sendiri sudah tidak membutuhkannya lagi.

Ketika melintasi kampung tersebut, banyak orang yang memanggilnya dan menawarkan makanan, atau sekedar air putih untuk membunuh dahaga. Tetapi dengan senyum ramah dia menolaknya karena dia sedang berpuasa. Sampai ketika dia merasa waktunya tiba untuk berbuka puasa, dan di ujung jalan ada sebuah rumah dilihatnya. Sang empunya rumah melihat sang pengelana melangkah, dan diapun memanggil pengelana tersebut. Kebetulan dia baru usai memasak, sehingga dengan senyum ramah mengajak sang pengelana mampir guna mencicipi hasil masakannya yang menurut sang pengelana sangat enak. Ketika mereka asik bercerita tentang suasana desa, tiba-tiba suami sang empunya rumah datang dan dengan marah-marah mengusir sang pengelana. Sang pengelana-pun kaget dan tidak tahu kenapa dia diperlakukan seperti itu. Dan diapun beranjak dari tempat duduknya, kemudian memohon ijin pada sang pengundang untuk pamit meneruskan perjalan. Sang pengundang memohon maaf atas semuanya sambil berusaha menahan pengelana untuk tetap tinggal. Sang pengelana hanya tersenyum sambil berkata “tidak apa-apa, terimakasih untuk makanannya yang sangat nikmat. Saya harus melanjutkan perjalanan saya”.

Sang pengelana keluar dari halaman rumah yang rindang itu, dan meneruskan perjalanannya sambil mendendangkan lagu-lagu menyapa alam yang dengan setia menemaninya dengan tulus ikhlas.

Sang pengelana selalu bebas, meski terkadang dia ingin mampir untuk waktu yang cukup lama di sebuah tempat, karena terkadang dia merasa kelelahan atau dia harus bercerita sesuatu pada orang yang membutuhkannya. Dia akan benar-benar berhenti ketika dia sudah mencapai tujuannya, yaitu rumah dia sesungguhnya di ujung jauh sana.

-Putu-

Thursday, March 18, 2010

Tough Day ??.!.

Spent the holidays at home with family is the most lovely moment for me :)

Ya, itulah kegiatan selama 6 hari ini, menghabiskan waktu liburan Nyepi bersama keluarga tercinta, dan berusaha untuk tak mengingat "kekacauan" dunia luar, entah di kantor atau di tempat manapun jua. Dan... hari ini adalah the last day at home, alias hari pertama kembali ke daratan kota metropolis.

Hari ini adalah ujian mid term di PPM, dan tentu aku cemas-cemas dikit, plus gambling, plus take the risk. Niat awalnya adalah mencari tiket murah, namun berani aja ambil risiko gambling nyaris tak ikut ujian. Ketika konfirmasi ke sang dosen, beliau menjelaskan bahwa tidak ada ujian susulan kalau tidak ikut ujian, alhasil deh semua jurus dan doa dikeluarkan -- agar tiba di Jakarta on time. Dan intinya adalah aku tiba di PPM sore ini jam 18:55 (setelah berlari-lari dan maksa tukang ojek agar meluncur secepat mungkin), kemudian jurus makan cepatpun dikeluarkan... was wus srup surp... ahh kenyang.......... :D

Waktu di jalanan tadi sore, jalanan macet banget. Aku pesen sama pak sopir taxi "Pak, saya mau tidur dulu. Nanti kalau sudah menjelang tiba bangunin saya ya. Tapi tolong agar sampai Sarinah jam 18:30". "Iya Mbak", jawab pak sopir ganteng itu. Akupun mendengarkan musik relaksasi, yang mampu membuatku terbang ke level teta (going to be delta) selama 1 jam. Ketika terbangun, akupun tolah-toleh, hah dimana neh.... ternyata aku masih di Grogol sodara-sodara.... macetnya ruar biasa... dan semua jurus mind powering-pun dikeluarkan.... dan dengan dibantu kelihaian pak sopir dan menyalip kendaraan di depannya... jadi deh aku berhasil tiba di Sarinah jam 18:40 (gapapa telat 10 menit dari rencana). Jurus langkah cepatpun dikeluarkan sambil berkeringat dan jurus nafas langkah cepat secara otomatis ter-set = on. Ketika ketemu tukang ojek, semua carapun dia lakukan, mulai dari menerobos trotoar berlawanan arah, sampai meliak-liuk di tengah para mobil mewah. Tapi sempet2nya coba si tukang ojek angkat HP.... mas-mas... piye toh sampaian. Kalo nyosor got piye nanti??!!!

Soal ujiannya seru, karena ada satu soal yang diluar praduga dan prasangka. Tapi untung open book. Lumayan kelihaian menilik apendix terbangunkan dengan cepat. Dan lumayan.... wish for the best result he heh e.

Yah, ketika orang sibuk mendiskusikan soal-soal itu, akupun ngacir pulang.... secara gitu loh... tepar juga setelah seharian meniti kota Denpasar - Jakarta.

Hari ini aku ingin sekali berterimakasih pada:
1. Pak sopir taxi Ubung - Renon, atas valuable advices
2. Pak Sopir taxi Cengkareng - Sarinah, keren nyetirnya di tengah macet... adem tenang, tapi action
3. Mas tukang ojek Sarinah - PPM, meski rada sangar... keren tuh motornya (kata dia "untuk mbak, saya kasi motor baru neh...")
4. Yang pasti adalah Beliau-Beliau yang selalu menemaniku :)


Kata film Precious, Life is hard, Life is painful, Life is short, Life is rich. Aku tambahin ya... Life is wonderful, Life is mysterious, Life is amazing, Life is blessing, Life is happiness, Life is misery, Life is thing that worth to be done well!!



-Putu-

Sunday, March 14, 2010

Kehilangan

Tengah malam kali ini, sembari menulis summary, ternyata film yang menemaniku berjudul “Postman”. Good enough. Salah satu adegan, yaitu ketika sang keledai kesayangan dijadikan daging makan siang oleh sang penguasa, dan sang tuan begitu terpukul sampai tak niat makan, sedih... begitulah gambaran perasaan kehilangan itu; jadi mengingatkanku akan perjalanan kehidupanku selama ini. Banyak sekali kehilangan kalau mau dihitung-hitung, meski juga aku menemukan banyak hal baru dibalik semua itu. Intinya sih masih balance antara yang “in” and “out”.

Waktu kecil, aku sering meneteskan air mata karena tupaiku mati, atau burung pipitku wafat, juga ketika ikan atau anjingku meninggal dunia. Hanya bisa diam tertegun memandangi tubuh tak bernyawa itu, sambil bergumam “semoga kamu bahagia disana ya.!.”

Setelah mulai tumbuh dan pergi meninggalkan kampung halaman, perasaan kehilangan semakin menjadi-jadi, namun dibalik semua perasaan dan tetesan air mata itu, ada setitik pencerahan dimana selalu mengingatkan bahwa aku tidak perlu merasakan semua itu, karena aku sesungguhnya tidak memiliki apa-apa. Ketika anjingku yang sekaligus jadi sobatku lenyap, akupun hanya tahu dia akan selalu menemaniku meski tak terlihat kasat mata. Meski orang2 yang aku cintai tak ada di dekatku, aku tahu mereka selalu ada di ranah dan alamnya masing-masing. Semuanya still there as it is. Tak ada yang hilang sesungguhnya. Namun, aku masih manusia yang memiliki saraf yang mampu meneteskan air mata, dan saraf sensitif yang bereaksi ketika aku merasa ada yang hilang, sehingga sampai hari ini aku masih termenung ketika anjing tak bersalah dibunuh ketika dia tak mau di vaksin, aku masih termenung ketika aku mendapat kesempatan dan lenyap di depan mata, aku masih termenung ketika mereka tiba-tiba pergi tanpa hal yang jelas, aku masih termenung akan misteriusnya kehidupan ini.... ........... .......... yah, itu hanyalah pemikiranku yang sesungguhnya harus aku renungkan “kenapa aku masih termenung akan hal itu”.

Sebelum bisa menghargai sesuatu, perasaan kehilangan memang harus dilakoni. Karena semuanya itu adalah process of acceptance.

Kira-kira demikian kilasan tengah malam kali ini.... every single thing is still there... as it is.!.

-Putu-