Hidup di tengah-tengah makhluk sosial, akupun sudah menerima banyak sekali pemberian. Setiap orang yang memberikan sesuatu, entah kecil, sedang, besar (relatif...), semuanya memiliki harapan tersendiri akan pemberian itu. Harapan merekapun sangat beragam, mulai dari “semoga kamu menyukainya”, sampai.... “tolong jaga dia baik-baik”.
Sometimes mungkin mereka bingung jika memikirkan terlalu jauh apa yang hendak diberikan, meski sebetulnya tidak sesusah yang mereka pikirkan. Apapun akan terlihat bermakna jika memberikannya dengan perasaan. Kalau memberikannya disertai perasaan “jengkel”, pemberian itu juga akan menunjukkan segala ke-jengkel-an sang pemberi. Begitu juga sebaliknya.
Suatu masa, aku merasa “ting tong”, ketika aku diberikan sesuatu dan disertai sebuah pesan “putu, tolong jaga baik-baik” (begitulah kira-kira artinya). Waktu kecil, pernah sekali atau dua kali aku melupakan “sebuah pemberian”. Entah lupa meletakkannya atau lupa untuk merawatnya atau lupa lupa yang lainnya. Dan aku menganggapnya hal yang biasa.
Pelan-pelan kembali merenung mengenai makna “sebuah pemberian”, kemudian aku menemukan sesuatu bahwa ketika orang memberikan sesuatu pasti ada maknanya (entah positif atau negatif – namun segala sesuatu tentu ada positifnya). Sebuah nasihat, tidaklah mentah-mentah hanya sebatas kalimat yang keluar mengalir tanpa makna. Namun, ketika mereka berucap, pasti mereka memiliki maksud. Ketika sebuah coklat diberikan pada saat mendapat juara kelas, itu bukanlah sekedar coklat yang rasanya enak dan manis.
Tentu pula ketika aku memberikan sesuatu ke orang lain, sering kali aku berpesan, “semoga bermanfaat, tolong jaga baik-baik ya”. Kalau mungkin mereka tidak sanggup menjaganya lagi dengan baik, akan lebih baik jika dikembalikan, karena aku yang akan meneruskan untuk menjaganya.
Ingatan pun terbang ke sebuah masa dimana aku terlalu banyak berjemur sampai harus mengunjungi sang dokter, dan dengan keras kepala aku belum bersedia merawat kesehatan dengan lebih maksimal. Saat itu pula sebuah nasihat melesat menembus otak, relung hati, dan membuatku terdiam, “putu, kamu tidak menghargai pemberian Tuhan.” Wao wao wao..... give up, I’m give up!!! (kalimat pusaka sudah keluar ternyata).
Menurutku wajar sekali ketika seorang manusia “lupa” akan sesuatu, lupa akan sebuah pemberian. Namun, kalau dilihat pelan-pelan, semua itu adalah sebuah pemberian yang mungkin sangat wajib dijaga. Bukan karena terlalu obsesif, namun lebih ke arah tanggung jawab.
Gooluck for all....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment