“Gdbuar...... “
“aaaaaa....” tiba-tiba terdengar teriakan di sebuah kamar, tepatnya di sebuah penginapan di kawasan Cipayung, Bogor, Jawa Barat.
Sore itu, suasana begitu mencekam, seperti cerita-cerita dalam buku cerita, dimana ada sekelompok orang pergi ke villa di puncak bukit. Setiba di villa, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya, petir menyambar-nyambar dan lampu mati dengan meninggalkan kegelapan yang menakutkan. Semua orang berkumpul di ruang tengah sambil menyaksikan kilat dari balik jendela.
Perut lapar, hawa dingin, perasaan cemas begitu menyelimuti benak setiap orang yang duduk diam di sofa villa itu.
“Yea.......... lampu nyala lagi...” teriak salah satu dari beberapa orang tersebut. Semuanya terlihat begitu riang dan dengan semangat membara langsung menghampiri meja makan yang sudah menanti untuk dijamah.
Itulah sekelumit kisah malam pertamaku di Cipayung ketika ada tugas kantor bersama rekan-rekan dari Bank Mandiri ^^.
Hari pertama yang bisa dibilang sangat memberi kesan. Banyak hal yang mengingatkan akan kampung halaman, secara dari kemarin-kemarin aku merencanakan kapan aku akan pulang kampung.... kegiatan yang sangat dinanti-nanti sebetulnya.
Pertama tiba di Cipayung, aku langsung lari ke taman, menghirup segarnya aroma rumput, kemudian mengambil HP dan memotret setangkai bunga yang catched my eyes at first sight. Kemudian masuk ke kamar, selayaknya rumah sendiri. Ketika membuka korden, aku melihat seorang anak bergumam “semir pak, semir pak...”.
Awalnya aku tidak menggubris anak tersebut karena aku tidak punya sepatu yang harus di semir, namun ketika aku berniat ke taman lagi, tiba-tiba aku ngelihat anak tadi sedang nyemir sepatu pak sopir. Aku tersenyum seperti biasa dan langsung duduk di sebelah anak kecil itu.
Aku ngajak dia ngobrol, ternyata dia masih kelas 3 SD, bernama Ahlan kalau tidak salah dengar, dia selalu kerja sepulang sekolah. Betul-betul menyentuh perasaanku. Mungkin kalau aku punya uang banyak, mungkin saja aku sudah punya banyak yayasan(charity), secara dari kecil suka sekali berbagi cerita dengan mereka. Ternyata betul juga ramalan, bahwa aku sepertinya akan menjadi tempat berlabuh orang-orang pelarian. Sampai sekarang aku masih belajar memahami kalimat itu.
Cara dia nyemir sepatu betul-betul mengingatkan akan masa-masa SMA dulu. Setiap hari nyemir sepatu PDH, PDL, pesiar. Cara paling simple, ambil sikat, colek semir Kiwi (kualitas standard), gosokkan ke sepatu (rada tebelan dikit) kemudian di jemur sebentar, setelah itu gosok dengan kain atau sikat yg rada lembut. Cukuplah untuk membuat sepatu kinclong. Untuk hasil yang lebih maksimal, ada cara-cara yang lebih wahid!! ^^
Anak itu lucu banget, selesai nyemir dia malu-malu gitu nyari si pak sopir. Dia sebetulnya mau balikin sepatunya sekaligus minta uang ongkos nyemir. Ternyata bapaknya gak tahu pergi kemana. Bapak yang lain mengatakan kalau dia udah pulang. Si anak tukang semir terlihat kecewa, meski di wajahnya masih tersirat garis senyum. Akhirnya aku manggil dia dan ngasi 2000 perak. Ketika dia mau pergi, eh si pak sopir tadi tiba-tiba datang dari mushola. Si anak terlihat sumringah ^^ . Kemudian dia mendapat satu pasang sepatu lagi untuk disemir. Sama seperti sebelumnya, dia menyemir dengan semangat 45 dan aku sangat senang melihat cara kerja dia. Setelah semuanya selesai, pak sopir ngasi dia ongkos dan diapun bergegas pergi dengan senyum yang disembunyikan sambil melirik aku dan mengucapkan “terima kasih Bu...”
Senang sekali aku melihat anak itu, tidak tahu kenapa. Aku terasa dibawa ke masa-masa anak-anakku. Anak kecil yang tidak pernah putus asa dalam menjalani kehidupan.
Bersemangatlah!!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment